TIMES BONTANG, JAKARTA – Anggota MPR RI, Al Hidayat Samsu mendorong pemerintah dan DPR untuk segera memprioritaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Iklim dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Ia menilai kehadiran undang-undang tersebut sudah mendesak sebagai payung hukum menghadapi krisis iklim yang dampaknya kian nyata di berbagai daerah.
Al Hidayat meminta pimpinan DPR bersama Badan Legislasi (Baleg) menetapkan jadwal resmi pembahasan sekaligus target pengesahan RUU Perubahan Iklim dengan tenggat waktu yang jelas.
“Pembahasan tidak boleh berlarut. Harus ada komitmen waktu yang tegas,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (26/12/2025).
Ia mengingatkan, tepat satu bulan lalu rangkaian banjir bandang dan longsor melanda sejumlah wilayah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 23 Desember 2025, tercatat 1.112 orang meninggal dunia dan 176 lainnya masih dinyatakan hilang.
Menurut Al Hidayat, dampak bencana tersebut tidak bisa dipandang sekadar sebagai angka statistik. Banyak warga kehilangan tempat tinggal, sumber penghidupan, dan masa depan, dengan kelompok masyarakat miskin menjadi pihak yang paling terdampak lebih dahulu.
Ia menilai bencana di Sumatra mencerminkan pola krisis yang terus berulang. Sepanjang 2025, BNPB mencatat terjadi 3.116 kejadian bencana di Indonesia, yang sebagian besar merupakan bencana hidrometeorologi seperti banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor.
Di sisi lain, Al Hidayat menyoroti adanya kesenjangan antara komitmen Indonesia di tingkat global dan kesiapan regulasi di dalam negeri. Ia menilai Indonesia kerap menyampaikan komitmen kuat terkait aksi iklim di forum internasional, namun hingga kini belum memiliki Undang-Undang Perubahan Iklim yang bersifat mengikat.
Ia merujuk pada pernyataan Presiden dalam Sidang Umum PBB (UNGA) di New York serta dalam Konferensi Para Pihak (COP), yang menegaskan komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris dan target net-zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Pemerintah juga telah menunjuk Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Perubahan Iklim untuk memperkuat diplomasi iklim Indonesia di tingkat global.
“Di satu sisi, komitmen disampaikan ke dunia. Namun di sisi lain, masyarakat dan daerah masih menghadapi krisis tanpa dasar hukum yang kuat untuk memastikan negara bergerak cepat, terukur, dan bertanggung jawab,” katanya.
Karena itu, Al Hidayat menegaskan pentingnya percepatan pembahasan RUU Perubahan Iklim. Ia menyebut DPD RI telah memasukkan RUU tersebut sebagai prioritas Prolegnas, namun kewenangan legislasi tetap berada di tangan DPR dan Presiden.
Ia juga mendorong DPR membentuk panitia kerja atau panitia khusus, serta melibatkan DPD sejak awal pembahasan. Menurutnya, daerah merupakan pihak yang paling terdampak krisis iklim sekaligus paling memahami kebutuhan di lapangan.
Selain itu, Al Hidayat berharap Presiden menugaskan kementerian dan lembaga terkait untuk segera menyiapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) serta memastikan koordinasi lintas sektor agar pembahasan berjalan efektif.
Ia menekankan pentingnya proses legislasi yang transparan, mulai dari pembukaan ruang dengar pendapat umum, publikasi draf undang-undang, hingga perumusan substansi yang berpihak pada perlindungan warga, kepastian pembiayaan, akuntabilitas, serta kepentingan daerah dan kelompok rentan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Al Hidayat Samsu Dorong DPR-Pemerintah Segera Sahkan UU Perubahan Iklim
| Pewarta | : Rochmat Shobirin |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |