TIMES BONTANG, SURABAYA – Program dana abadi Perguruan Tinggi yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, Teknologi (Kemendikbud Ristek) merupakan terobosan bagus dan strategis untuk pengembangan kualitas Pendidikan Tinggi di Indonesia. Cita-cita tersebut dapat terwujud jika dana itu di gunakan secara transparan, akuntabel dan tepat sasaran tidak di korupsi oleh pihak pengelola.
Berdasarkan Perpres Nomor 111 tahun 2021 tentang Dana Abadi di Bidang Pendidikan yang menggantikan Perpres Nomor 12 tahun 2019 tentang Dana Abadi Pendidikan menjelaskan bahwa "Dana Abadi di bidang Pendidikan adalah dana yang bersifat abadi untuk menjamin keberlangsungan program Pendidikan bagi generasi berikutnya yang tidak dapat digunakan untuk belanja". Adapun pengelola dana abadi pendidikan dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.(Sumber: menpan.go.id, 20/6/2022)
Berdasarkan data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Pemerintah telah melakukan penempatan dana sebesar Rp. 99,11 triliun dalam bentuk dana abadi di bidang pendidikan. Jumlah itu adalah akumulasi sejak 2010 hingga 2021 yang merupakan bagian dari alokasi anggaran di sektor pendidikan yang disisihkan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Adapun pengelola dana abadi pendidikan dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU). (sumber: menpan.go.id, 20/6/2022)
Sifat dana abadi perguruan tinggi adalah bersifat simpanan yang dikembangkan dan hasilnya dimanfaatkan untuk meringankan beban biaya pendidikan yang harus dibayarkan mahasiswa dalam menempuh studinya, mengembangkan riset, serta melakukan pengabdian pada masyarakat. Sebagai tahap awal dana abadi ini diberikan kepada Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) secara bertahap untuk meningkatkan fasilitas pengajaran maupun penelitian hingga menjadi perguruan tinggi kelas dunia. (Kemendikbud.go.id, 29/7/2022)
Berdasarkan fakta dan pola tersebut, hemat saya penggunaan dana abadi perguruan tinggi yang di kelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara perioritas awal sudah bagus. Namun, hemat saya perlu ada terobosan baru untuk penggunaan dana abadi perguruan tinggi agar lebih maksimal serta lebih strategis yang berorientasi masa depan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Ipteks).
Trobosan tersebut diantaranya adalah dengan menyediakan dana abadi pendidikan tinggi yang dialokasikan untuk pendirian dan pengembangan Laboratorium Riset Ilmu dan Pengetahuan dan Teknologi (IPTEKS) di Perguruan Tinggi Negeri/Swasta di Indonesia. Semisal, Laboratorium Teknologi Energi Nuklir, Laboratorium Teknologi Mobil Listrik, Laboratorium Teknologi Rekayasa Genetika, Laboratorium Teknologi Persenjataan Militer.
Laboratorium Teknologi Pesawat Tempur, Laboratorium Teknologi Kapal, Laboratorium Teknologi Ruang Angkasa, Laboratorium Teknologi Energi Terbarukan, Laboratorium Teknologi Jaringan Internet, Laboratorium Teknologi Eksplorasi Laut, Laboratorium Teknologi Robotika, Laboratorium Teknologi Vulkanologi, Laboratorium Geologi, Laboratorium Teknologi Transportasi, dan sebagainya.
Pendirian dan pengembangan Laboratorium ini bisa dibangun berdasarkan klaster zona perguruan tinggi yan tersebar di Indonesia. Semisal zona kampus di kawasan Sumatera di bangun Laboratorium teknologi nuklir dan Senjata Biologis. Kawasan Sulawesi Laboratorium Teknologi Rekayasa Biologis-Genetika.
Kawasan Kalimantan di bangun Laboratorium Teknologi Transportasi (Mobil Listrik), Kawasan Jawa di bangun Laboratorium Teknologi Persenjataan Militer dan energi terbarukan, Kawasan Maluku di bangun Laboratorium Teknologi Kelautan dan sebagainya. Tawaran tersebut sangat penting dan strategis untuk menuju Indonesia emas dan Indonesia sebagai pemimpin peradaban dunia.
Namun di satu sisi hemat saya, keberadaan Laboratorium di Kampus-Kampus PTN/PTS di Indonesia saat ini kondisinya memprihatinkan. Laboratorium belum diurus secara maksimal dan belum serius fokus sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Ipteks). Keberadaan Laboratorium masih cenderung hanya sebagai prasyarat untuk kebutuhan akreditasi, setalah acara akreditasi maka nasib Laboratorium seperti pepatah wujudihi ka adami, "adanya seperti tidak ada" atau hidup segan mati tak mau.
Artinya keberadaan Laboratorium di Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta masih sebatas hanya di pahami dan diperlakukan sebatas urusan pemenuhan administrasi akreditasi saja. Sehingga hanya saat akan akreditasi Laboratorium ramai dan seakan penting, tapi setelah akreditasi selesai maka nasib Laboratorium sepi seperti kuburan.
Laboratorium belum dijadikan dan diposisikan sebagai roh, jiwa lembaga yang strategis dan penting pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEKS) di Perguruan Tinggi di Indonesia. Sehingga tidak heran jika hasil-hasil riset para dosen yang sudah mengeluarkan anggaran besar di Perguruan Tinggi di Indonesia menjadi mandek, magak dan nanggung tidak selesai, tidak dapat di manfaatkan oleh masyarakat artinya "muspro" sia-sia.
Sehingga dari kondisi tersebut, hemat saya sudah saatnya dan mendesak untuk dibuatkan regulasi terkait pengembangan Laboratorium di Perguruan Tinggi di Indonesia sebagai pusat tradisi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Salah satunya adalah dengan kebijakan pengalokasian dana abadi perguruan tinggi untuk pengembangan dan pendirian Laboratorium yang strategis.
***
*) Oleh: Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I (Pengamat Sosial Pendidikan dan Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Hainorrahman |