Kopi TIMES

Pusaran E-commerce dan Bahaya Perilaku Konsumerisme

Jumat, 09 Juli 2021 - 19:02
Pusaran E-commerce dan Bahaya Perilaku Konsumerisme Navis Ayu Nurus Zakiyah, mahasiswa Jurusan Akuntansi, FEB, Universitas Muhammadiyah Malang

TIMES BONTANG, MALANGSAAT ini, e-commerce menjadi salah satu sandaran hidup manusia di muka bumi, khususnya di Indonesia ini. Masyarakat telah banyak menggenggam seperangkat alat canggih yang bernama smartphone yang salah satunya digunakan untuk melakukan perdagangan di dunia maya. E-commerce merupakan sebuah sistem yang lahir akibat semakin canggihnya teknologi. Kecanggihan ini membuat orang-orang mudah dalam membeli atau menjual sebuah produknya.

Aktifitas perdagangan sebelum internet banyak diminati oleh masyarakat, dilakukan dengan cara-cara tradisional. Yakni mulai dari menjual atau membeli sesuatu dengan bertatap muka secara langsung.

Para pembeli tampak secara fisik sehingga terjadi pertemuan antara penjual dan pembeli. Proses transaksi, suara negosiasi dan pelbagai strategi pedagang dalam memikat konsumen nampak dengan nyata. Namun, berkat hadirnya internet terciptalah teknologi perdagangan secara online yang terintegrasi dengan sistem yang biasa disebut online shop.

Saat ini, pengguna smartphone di Indonesia menurut Kominfo pada tahun 2021 terdapat 167 juta orang atau 89% dari total penduduk di Indonesia. Banyaknya pengguna smartphone inilah yang membuat transaksi perdagangan elektronik banyak dilakukan. Sebab, sistem ini memudahkan orang-orang melakukan jual-beli, hanya cukup bermain-main dalam algoritma klik dan keterpaparan.

Banyaknya transaksi ekonomi digital melalui e-commerce ini meski ditengah masa pandemi Covid-19, nilai transaksi e-commerce mencapai Rp 266,3 triliun pada tahun 2020. Transaksi ini diperkirakan oleh Bank Indonesia akan mengalami peningkatan di tahun 2021 menjadi Rp 330,7 triliun atau naik 33,2%.

Munculnya toko-toko online membuat konsumen terangsang untuk banyak berbelanja. Apalagi banyaknya diskon atau potongan harga besar-besaran atau bahkan gratis ongkos kirim, semakin membuat orang-orang banyak tergiur untuk berbelanja sebanyak-banyaknya.

Saat ini, orang-orang berbelanja bukan karena kebutuhan lagi (need), akan tetapi mereka berbelanja karena keinginan (want) atau mereka terjebak oleh kata diskon besar-besaran, sehingga jari tangan dan pikirannya tergerak untuk membelinya. Hal inilah yang kemudian aplikasi belanja online menjadi salah satu agen komersial yang membawa pada nilai-nilai konsumerisme. Konsumerisme merupakan mentalitas dan gaya hidup yang boros.

Kondisi konsumerisme telah menjadi kultur yang merekat kedalam pola kehidupan masyarakat. Hal ini juga mengindikasikan bahwa konsumerisme tidak serta merta dipahami secara positif, akan tetapi juga berdampak negatif apabila tidak digunakan dengan tepat.

Kemudahan dan kenyamanan dalam e-commerce ini, membuat konsumen selalu dimanjakan oleh segala fasilitas atau fiturnya sehingga mereka lahir sifat konsumtif. Toko-toko online selalu menawarkan harga yang jauh lebih murah, bahkan toko online berlomba-lomba menurunkan harga, memberikan diskon atau cashback, sehingga tingkah laku konsumen ini berubah secara signifikan.

Pada awalnya ingin membeli satu produk yang diinginkan, namun hanya karena melihat produk-produk lain terdapat diskon besar-besaran, sehingga niat awal berubah. Inilah salah satu sikap yang telah berubah dengan adanya aplikasi toko online yang memanjakan.

Bila konsumerisme telah menjadi kultur di masyarakat Indonesia, maka akan banyak dampak buruk terhadap alam dan manusia. Gaya hidup yang boros ini membuat sumber daya alam akan semakin cepat berkurang dan ini jelas akan mengganggu ekosistem alam. Penulis menyakini bahwa semua barang-barang yang dijual bahannya terbuat dari alam, maka bila beberapa sumber daya alam semakin berkurang hingga habis, hal ini akan memunculkan masalah baru dan membahayakan kepada kehidupan manusia.

Konsumerisme juga akan memunculkan sikap ketamakan sehingga jangan salahkan bila akan ada banyak perilaku korupsi di negara ini. Sebab gaya hidup yang boros selalu tidak puas dengan apa yang ia telah miliki. Ketidakpuasan dan ketamakan inilah yang susah dalam memberantas tindak kejahatan korupsi dan akan terus lahir manusia-manusia setengah dewa itu.

Hal ini juga akan memunculkan ketimpangan sosial dalam masyarakat. Jiwa konsumtif bisa menjadi momok yang menakutkan lantaran dapat mendorong angka kriminalitas demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketidakmampuan dalam membeli barang-barang di toko online ini, dapat melahirkan orang yang menghalalkan segala cara untuk bisa membeli keinginannya. Ini akan terus menjadi bahaya bila orang-orang semakin gila berbelanja.

Maka, disinilah kita perlu mengendalikan diri agar terhindar dari perilaku konsumtif atau gila belanja. Dalam artian mengendalikan emosionalitas untuk membeli sesuai kebutuhan, bukan membeli karena keinginan atau godaan strategi promosi produk jualan serta mengendalikan antara pengeluaran dan pendapatan setiap harinya. Sehingga beberapa bahaya dapat kita cegah dan kita bisa hidup dengan aman dan nyaman.

***

*) Oleh: Navis Ayu Nurus Zakiyah, Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Akuntansi, FEB, Universitas Muhammadiyah Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

Pewarta :
Editor : Yatimul Ainun
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Bontang just now

Welcome to TIMES Bontang

TIMES Bontang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.