TIMES BONTANG, PACITAN – Awal musim hujan langsung membawa pekerjaan berat bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pacitan (BPBD Pacitan).
Longsor, jalan tertutup material, hingga rumah warga rusak, terjadi hampir bersamaan di beberapa titik. Namun, penanganan belum bisa maksimal karena status kedaruratan belum bisa ditetapkan.
“Untuk penanganan secara terstruktur kita belum bisa putuskan di awal seperti ini. Masih melihat perkembangan bencana ini seperti apa,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Pacitan, Erwin Andriatmoko, Senin (27/10/2025).
Ia menjelaskan, saat ini BPBD hanya bisa bergerak dalam tahap penanganan kedaruratan, seperti mengirim bantuan logistik, alat masak, pakaian, makanan, hingga alas tidur bagi dua kepala keluarga di Kecamatan Nawangan yang terpaksa mengungsi.
“Yang jelas untuk penanganan kedaruratan pasti langsung kita tangani. Tapi untuk pasca bencana, kita masih menunggu kondisi lebih lanjut,” imbuhnya.
Ruas jalan kabupaten di Kecamatan Nawangan juga terdampak cuaca ekstrem hingga ambrol. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Erwin menegaskan, penetapan status tanggap darurat tidak bisa tergesa-gesa. Sebab, indikator bencana belum memenuhi syarat administratif.
“Kita belum bisa pastikan bencana ini masuk kedaruratan atau tidak. Kalau masuk, kita juga harus lihat apakah skalanya kabupaten, provinsi, atau nasional. Mengajukan SK tanggap darurat sekarang belum memungkinkan karena ini baru awal musim hujan,” ujarnya.
Di lapangan, laporan kerusakan terus berdatangan. Di Kecamatan Nawangan, lima rumah dilaporkan rusak akibat longsor. Dua di antaranya di Desa Jetis Lor, masing-masing milik Gito dan Atik Arisma, dengan kerugian ditaksir mencapai puluhan juta rupiah.
Sementara rumah Sariyem, Paidi, dan Jumali juga terdampak material longsor di bagian dinding dan teras.
Selain merusak rumah warga, dua ruas jalan kabupaten tertimbun longsor. Tiga kejadian pohon tumbang juga dilaporkan, satu di Kecamatan Kebonagung dan dua di Tegalombo.
BPBD kini tengah memetakan ulang kawasan rawan bencana, meskipun sebelumnya sudah memiliki rencana kontingensi (renkon) dan peta rawan longsor.
“Kita evaluasi lagi, karena kita tidak tahu cakupan hujan nanti di mana saja. Masih menunggu prediksi BMKG seperti apa,” kata Erwin.
Kendala lain muncul soal relokasi warga terdampak. Prosesnya tidak bisa cepat karena harus menunggu kajian teknis dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BPVMBG).
“Kita akan bersurat ke BPVMBG untuk melihat kelayakan lokasi. Kalau yang bersangkutan tidak punya tanah, nanti pemerintah desa sampai kabupaten bisa mencarikan lahan negara. Tapi semua tergantung hasil kajian kelayakan mereka,” jelasnya.
Erwin menambahkan, mekanisme pelaporan bencana dari bawah sudah berjalan, tetapi tetap terbatas.

“Masyarakat dan pemerintah desa sebenarnya sudah paham alurnya. Desa lapor ke camat, lalu ke BPBD. Contohnya di Sidomulyo, Kebonagung, kepala dusunnya langsung ambil terpal ke kami untuk antisipasi,” ungkapnya.
Ia mengakui, cuaca ekstrem yang datang lebih cepat dari perkiraan menjadi tantangan tersendiri. “Karena baru awal musim hujan saja dampaknya sudah seperti ini, masyarakat jangan hanya mengacu pada kebiasaan tahun lalu. Intensitas hujan sekarang bisa lebih tinggi,” ujarnya mengingatkan.
Sementara itu, BPBD Pacitan belum bisa memastikan kapan langkah rekonstruksi pascabencana bisa dilakukan. “Kita tunggu hasil evaluasi. Sekarang yang penting keselamatan warga dulu,” pungkas Erwin. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: BPBD Pacitan Akui Penanganan Longsor Tersendat, Status Darurat Belum Bisa Ditetapkan
| Pewarta | : Yusuf Arifai |
| Editor | : Ronny Wicaksono |